Sabtu, 13 Desember 2014

Kurtilas Oh Kurtilas



Kurtilas. Krikulum 13 dengan luwesnya diplesetkan menjadi kurikulum tidak jalas. Benarkah?

The show must go on. Perubahan harus terjadi, disadari atau tidak  kurikulum 2013 memang mengundang banyak pro dan kontra di dunia pendidikan, maupun bagi kebanyakan orang yang peduli dengan kemajuan bangsa ini. Tegaknya sebuah bangsa  tergantung dari langkah dan usaha para pendidik yang dipandu dengan kebijakan pemerintah yang mengaturnya.

Fakta yang ada saat ini dan bisa dibaca sangat memprihatinkan. The learning Curve melansir: Pemetaan mutu pendidikan, Indonesia di urutan ke 40 dari 40 negara. Dalam dua bualn terakhir Oktober dan November 2014 terjadi 230 kasus aksi kekerasan yang melibatkan siswa. Dari segi SDM rerata kompetensi guru berada di angka 44,5 dari nilai standar yang ditetapkan 75,00. Tak  hanya itu di pendidikan tinggi, Indonesia juga mengalami degradasi diurutan 49 dari 50 negara, yang paling menyedihkan lagi di departemen pendidikan pun disinyalir sebagai lahan subur korupsi dan pungli. Itulah sebagian fakta kuantitatif yang dikatakan Mendikbud Anies Baswedan (sumber kompas.com, 1-12-2014).

Mendikbud Anies Baswedan yang baru menjabat belum genap 100 hari akhirnya jadi tumpuhan harapan bangsa ini untuk bisa memberi warana tersendiri bagi pendidikan di Indonesia yang sudah amburadul ini. Salah satu langkah yang beliau lakukan adalah membuka akun di salah satu media sosial online yang bisa dijadikan sarana untuk berkomunikasi dengan para pelaku pendidikan di lapangan agar bisa mengevaluasi dan membuat kebijakan baru yang lebih efisien.
Komentar  dan Saran Pelaku Pendidikan
Mengutip berbagai saran dan komentar tentang kurikulum 2013 membuat kita mengerutkan dahi dan ketika membacanya pun harus menggunakan kaca mata 5 dimensi seehingga paham dan tidak menghakimi apa yang dinyatakan. Ini beberapa harapan dan curhatan mereka.

“Pak Anies yang baik, mohon kurikulum 2013 dapat ditinjau kembali, hendaknya kurikulum dibuat lebih seimbang antara tingkat psikologi anak dengan tuntutan tugas belajar. Sampai dengan tingkat SMA saya kira porsi guru harus masih lebih besar dibanding siswa sendiri yang mencari referensi pelajaran di luar kelas. Saya khawatir jika siswa masih banyak dibebani tugas belajar diluar kelas, siswa akan kehilangan keindahan masa remajanya, bisa-bisa nakalnya nanti setelah tua”

“Kurikulum nya bagus, tapi fasilitas yang ada di sekolah dan kemampuan guru untuk memberikan bimbingan apalagi motivasi kepada siswa sangatlah kurang.. Belum lagi tugas-tugas yang diberikan guru kadang tidak sedikit yang harus mengeluarkan dana besar dari orang tua murid, hal ini sangat lah memberatkan apalagi bagi orang tua yang kurang mampu. Orang tua dan siswa dituntut mengerti sendiri dengan mencari sumber selain guru. Dipahami bahwa tuntutan guru dan kurikulum  mengharuskan siswa mengetahui segala sesuatu dg wawasan yang begitu luas. Lucu jadinya. Singkatnya antara tuntutan kurikulum, kesanggupan guru dan keadaan masyarakat khususnya siswa siswa sangatlah tidak cocok.. Bukannya menambah wawasan bagi murid, tapi cenderung membuat "stress" tinggi untuk semua pihak.. Semoga bapak sudi mendengar keluhan kami, Terima kasih sebelumnya

Kurikulum 2013, cukup memberatkan siswa pak, karena  siswa harus  mencari jawaban sendiri tanpa ada penjelasan, cara mengerjakan dari guru seperti  kurikulum yang lalu, sehingga siswa tidak paham mengerjakan tugas, terutama untuk soal matematika.”

Pak Anies, saya  kasih  masukan dikit ya... terus terang anak saya sangat nyaman dengan kurikulum 2013 pak..... mata pelajarannya nggak terlalu ribet... sedikit matematika tapi banyak mengajarkan pendidikan yang berhubungan dengan tata krama dan sopan santun di masyarakat.... lebih banyak belajar praktiknya daripada belajar teori....jadi anak saya benar benar paham dan sangat mengerti semua secara nyata.... dilihat dari nilai-nilai  sekolah anak saya seringkali anak saya mendapat nilai 100 hampir disemua mata pelajarannya tanpa saya ajari dirumah otomatis anak saya langsung mengerti dan sangat paham dengan mata pelajaran kurikulum .” Seperti itulah keluhan dan curhatan masyarakat yang terbaca di akun FB Pak Anies. Ada pro dan kontra yang mewarnainya.

Sikap Guru dan Instansi Terkait di Media Sosial               
Sejak awal ketika Pak menteri lama Pak M.Nuh  terlambat memberikan sosialisasi kepada publik tentang Kurikulum 2013 menjadi berita yang ramai baik di media cetak, online maupun di media sosial. Terutama guru yang penasaran dengan adanya perubahan tersebut. Mereka yang haus akan perubahan dan perbaikan mulai gencar memburu seminar atau ngulik lebih banyak lagi tentang Kurikulum 2013. Masyarakat menilai bahwa penerapan Kurikulum 2013 bermuatan politik dan terlalu dipaksakan.

Masalah implementasi Kurikulum 2013 ( K-13 ) semakin kencang digoyang semakin banyak yang apatis untuk kelanjutannya. Sebenarnya apa saja yang melatari kegelisahan para guru, orangtua, dan pembuat kebijakan pendidikan terhadap K-13 ini ? Begitu banyak pendapat yang nyinyir dengan diberlakukannya K-13 di seluruh Indonesia pada Juni 2014. Dari mulai silabus, materi, buku penunjang, model pembelajaran, dan sistem penilaiannya dianggap banyak kekurangan disana sini sehingga terkesan tergesa gesa.

Media sosial seperti Facebook dan Blog dijadikan ajang untuk diskusi bagi para guru dan juga pemerhati pendidikan. Dari mulai berbagi tentang silabus, materi, penilaian dan juga metode belajar yang diharuskan dalam kurikulum 2013. Munculnya group diskusi ini tentu saja membawa kemanfaatan bagi guru yang sadar akan pentingnya perubahan dan mau belajar, keluar dari zona nyaman sesaat untuk mengikuti perkembangan zaman. 

Bagaimana dengan guru yang apatis dan yang sudah menolak dulu sebelum mencoba? Jumlah guru yang seperti ini tidak sedikit. Hal ini menambah keprihatinan kita. Walau memang bukan hal mudah untuk mengajak semua guru agar melek IT dan mau lebih peduli dengan tanggung jawabnya yang bukan hanya sekedar belajar menstransfer ilmu, tapi juga harus mau belajar mengupdate diri sehingga menjadi guru yang profesional.

Dari berbagai info dan penjelasan yang diperoleh guru sayangnnya tidak memuaskan dan merasakan banyak kendala yang bakal didapati ketika kurikulum itu diberlakukan kelak. Ternyata memang itulah yang terjadi saat ini. Walau sudah mengikuti seminar, diklat, dan bermacam sosialisasi tentang tentang Kurikulum 2013, tapi belum ada keseragaman dalam menerapkan kurikulum tersebut, karena kondisi siswa dan sarana di setiap sekolah berbeda.

Akhirnya masyarakat dan pelaku pendidikan yang sebelumnya harap harap cemas dengan apa yang akan ditinjau dan diputuskan oleh Pak Anies selaku menteri pendidikan setelah mengevaluasi perjalanan Kurikulum 2013 yang baru berumur 3 semester ini terjawab. "Dengan memperhatikan rekomendasi tim evaluasi implementasi kurikulum, maka Kurikulum 2013 dihentikan," kata Anies kepada pewarta, Jumat (5/12/2014).

Keputusan ini tentu saja menuai pro dan kontra. Sedangkan harapan kurikulum 2013 disederhanakan tanpa mengurangi esensi yang ingin dicapai dengan melibatkan orang di lapangan yang mengerti dengan tepat diterapkan tidak tergesa gesa. 

Mengevaluasi adalah kata yang tepat dimana ada tindakan, usaha dan perbaikan yang sudah dilakukan oleh pembuat kebijakan di pemerintahan. Janganlah suatu kebijakan disusupi unsur politik dan sebuah rekayasa yang ujung ujungnya pada anggaran. Apalagi bila kami  pendidik yang di lapangan hanya dijadikan obyek penderita dari proyek proyek bantuan dan lain sebagainya yang dikaitkan dengan pendidikan. Sudah selayaknya dunia pendidikan bebas dari korupsi, kolusi dan pungli.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar