Kurtilas. Krikulum 13 dengan
luwesnya diplesetkan menjadi kurikulum tidak jalas. Benarkah?
The show must go on.
Perubahan harus terjadi, disadari atau tidak
kurikulum 2013 memang mengundang banyak pro dan kontra di dunia
pendidikan, maupun bagi kebanyakan orang yang peduli dengan kemajuan bangsa
ini. Tegaknya sebuah bangsa tergantung
dari langkah dan usaha para pendidik yang dipandu dengan kebijakan pemerintah
yang mengaturnya.
Fakta yang ada saat ini dan
bisa dibaca sangat memprihatinkan. The learning Curve melansir: Pemetaan
mutu pendidikan, Indonesia di urutan ke 40 dari 40 negara. Dalam dua bualn
terakhir Oktober dan November 2014 terjadi 230 kasus aksi kekerasan yang
melibatkan siswa. Dari segi SDM rerata kompetensi guru berada di angka 44,5
dari nilai standar yang ditetapkan 75,00. Tak
hanya itu di pendidikan tinggi, Indonesia juga mengalami degradasi
diurutan 49 dari 50 negara, yang paling menyedihkan lagi di departemen
pendidikan pun disinyalir sebagai lahan subur korupsi dan pungli. Itulah
sebagian fakta kuantitatif yang dikatakan Mendikbud Anies Baswedan (sumber
kompas.com, 1-12-2014).
Mendikbud Anies Baswedan yang
baru menjabat belum genap 100 hari akhirnya jadi tumpuhan harapan bangsa ini
untuk bisa memberi warana tersendiri bagi pendidikan di Indonesia yang sudah
amburadul ini. Salah satu langkah yang beliau lakukan adalah membuka akun di
salah satu media sosial online yang bisa dijadikan sarana untuk berkomunikasi
dengan para pelaku pendidikan di lapangan agar bisa mengevaluasi dan membuat
kebijakan baru yang lebih efisien.
Komentar dan Saran Pelaku
Pendidikan
Mengutip berbagai saran dan
komentar tentang kurikulum 2013 membuat kita mengerutkan dahi dan ketika
membacanya pun harus menggunakan kaca mata 5 dimensi seehingga paham dan tidak
menghakimi apa yang dinyatakan. Ini beberapa harapan dan curhatan mereka.
“Pak Anies yang baik, mohon kurikulum 2013 dapat
ditinjau kembali, hendaknya kurikulum dibuat lebih seimbang antara tingkat
psikologi anak dengan tuntutan tugas belajar. Sampai dengan tingkat SMA saya
kira porsi guru harus masih lebih besar dibanding siswa sendiri yang mencari
referensi pelajaran di luar kelas. Saya khawatir jika siswa masih banyak
dibebani tugas belajar diluar kelas, siswa akan kehilangan keindahan masa
remajanya, bisa-bisa nakalnya nanti setelah tua”
“Kurikulum nya bagus, tapi fasilitas yang ada di
sekolah dan kemampuan guru untuk memberikan bimbingan apalagi motivasi kepada
siswa sangatlah kurang.. Belum lagi tugas-tugas yang diberikan guru kadang
tidak sedikit yang harus mengeluarkan dana besar dari orang tua murid, hal ini
sangat lah memberatkan apalagi bagi orang tua yang kurang mampu. Orang tua dan
siswa dituntut mengerti sendiri dengan mencari sumber selain guru. Dipahami
bahwa tuntutan guru dan kurikulum
mengharuskan siswa mengetahui segala sesuatu dg wawasan yang begitu
luas. Lucu jadinya. Singkatnya antara tuntutan kurikulum, kesanggupan guru dan
keadaan masyarakat khususnya siswa siswa sangatlah tidak cocok.. Bukannya menambah
wawasan bagi murid, tapi cenderung membuat "stress" tinggi untuk
semua pihak.. Semoga bapak sudi mendengar keluhan kami, Terima kasih sebelumnya
“Kurikulum 2013, cukup memberatkan siswa pak,
karena siswa harus mencari jawaban sendiri tanpa ada penjelasan, cara
mengerjakan dari guru seperti kurikulum
yang lalu, sehingga siswa tidak paham mengerjakan tugas, terutama untuk soal
matematika.”
“Pak Anies, saya kasih masukan dikit ya... terus terang anak saya
sangat nyaman dengan kurikulum 2013 pak..... mata pelajarannya nggak terlalu
ribet... sedikit matematika tapi banyak mengajarkan pendidikan yang berhubungan
dengan tata krama dan sopan santun di masyarakat.... lebih banyak belajar
praktiknya daripada belajar teori....jadi anak saya benar benar paham dan
sangat mengerti semua secara nyata.... dilihat dari nilai-nilai sekolah anak saya seringkali anak saya
mendapat nilai 100 hampir disemua mata pelajarannya tanpa saya ajari dirumah
otomatis anak saya langsung mengerti dan sangat paham dengan mata pelajaran
kurikulum .” Seperti itulah keluhan dan curhatan masyarakat yang terbaca di
akun FB Pak Anies. Ada pro dan kontra yang mewarnainya.
Sikap Guru dan Instansi Terkait di Media
Sosial
Sejak
awal ketika Pak menteri lama Pak M.Nuh
terlambat memberikan sosialisasi kepada publik tentang Kurikulum 2013
menjadi berita yang ramai baik di media cetak, online maupun di media sosial.
Terutama guru yang penasaran dengan adanya perubahan tersebut. Mereka yang haus
akan perubahan dan perbaikan mulai gencar memburu seminar atau ngulik lebih
banyak lagi tentang Kurikulum 2013. Masyarakat menilai bahwa penerapan
Kurikulum 2013 bermuatan politik dan terlalu dipaksakan.
Masalah implementasi
Kurikulum 2013 ( K-13 ) semakin kencang digoyang semakin banyak yang apatis
untuk kelanjutannya. Sebenarnya apa saja yang melatari kegelisahan para guru,
orangtua, dan pembuat kebijakan pendidikan terhadap K-13 ini ? Begitu banyak
pendapat yang nyinyir dengan diberlakukannya K-13 di seluruh Indonesia pada
Juni 2014. Dari mulai silabus, materi, buku penunjang, model pembelajaran, dan
sistem penilaiannya dianggap banyak kekurangan disana sini sehingga terkesan
tergesa gesa.
Media
sosial seperti Facebook dan Blog dijadikan ajang untuk diskusi bagi para guru
dan juga pemerhati pendidikan. Dari mulai berbagi tentang silabus, materi,
penilaian dan juga metode belajar yang diharuskan dalam kurikulum 2013.
Munculnya group diskusi ini tentu saja membawa kemanfaatan bagi guru yang sadar
akan pentingnya perubahan dan mau belajar, keluar dari zona nyaman sesaat untuk
mengikuti perkembangan zaman.
Bagaimana
dengan guru yang apatis dan yang sudah menolak dulu sebelum mencoba? Jumlah
guru yang seperti ini tidak sedikit. Hal ini menambah keprihatinan kita. Walau
memang bukan hal mudah untuk mengajak semua guru agar melek IT dan mau lebih
peduli dengan tanggung jawabnya yang bukan hanya sekedar belajar menstransfer
ilmu, tapi juga harus mau belajar mengupdate diri sehingga menjadi guru yang
profesional.
Dari
berbagai info dan penjelasan yang diperoleh guru sayangnnya tidak memuaskan dan
merasakan banyak kendala yang bakal didapati ketika kurikulum itu diberlakukan
kelak. Ternyata memang itulah yang terjadi saat ini. Walau sudah mengikuti
seminar, diklat, dan bermacam sosialisasi tentang tentang Kurikulum 2013, tapi
belum ada keseragaman dalam menerapkan kurikulum tersebut, karena kondisi siswa
dan sarana di setiap sekolah berbeda.
Akhirnya
masyarakat dan pelaku pendidikan yang sebelumnya harap harap cemas dengan apa
yang akan ditinjau dan diputuskan oleh Pak Anies selaku menteri pendidikan
setelah mengevaluasi perjalanan Kurikulum 2013 yang baru berumur 3 semester ini
terjawab. "Dengan memperhatikan rekomendasi tim
evaluasi implementasi kurikulum, maka Kurikulum 2013 dihentikan," kata
Anies kepada pewarta, Jumat (5/12/2014).
Keputusan
ini tentu saja menuai pro dan kontra. Sedangkan harapan kurikulum 2013
disederhanakan tanpa mengurangi esensi yang ingin dicapai dengan melibatkan
orang di lapangan yang mengerti dengan tepat diterapkan tidak tergesa gesa.
Mengevaluasi
adalah kata yang tepat dimana ada tindakan, usaha dan perbaikan yang sudah
dilakukan oleh pembuat kebijakan di pemerintahan. Janganlah suatu kebijakan
disusupi unsur politik dan sebuah rekayasa yang ujung ujungnya pada anggaran.
Apalagi bila kami pendidik yang di
lapangan hanya dijadikan obyek penderita dari proyek proyek bantuan dan lain
sebagainya yang dikaitkan dengan pendidikan. Sudah selayaknya dunia pendidikan
bebas dari korupsi, kolusi dan pungli.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar