Domba Kuring
Oleh: Sri Sugiastuti
Judul lagu ini sangat menarik hati penulis dan sepakat untuk dijadikan tulisan di buku Antologi bertema "Kenangan Temu Kangen Penulis 3 KBMN di Bandung." Sebenarnya apa istimewanya, kok bisa kepincut dan punya ide untuk mengabadikan dalam bentuk buku antologi?
Saat lagu itu diputar dan didengar pertama kali oleh penulis yang berasal dari Solo, ia begitu menikmati dan langsung jatuh cinta walaupun sebagian besar arti dari lagu tersebut tidak dipahami.
Rasa penasaran penulis terjawab ketika berselancar dan mendapatkakan pencerahan dari https://balaibahasajabar.kemdikbud.go.id/menilik-makna-lagu-domba-kuring-melestarikan-literasi-bahasa-dan-sastra-demi-penguatan-jati-diri-bangsa/
Maestro Sunda, yaitu Darso yang membuat lirik lagu “Domba Kuring”. Berkat entakan irama yang akrab di telinga masyarakat Indonesia, tak mengherankan bila saat ini lagu tersebut tengah digandrungi oleh berbagai kalangan, baik muda maupun tua, bahkan video lagu itu meraih jutaan tinjauan di berbagai platform media sosial.
Lantas, apa sebenarnya makna dari lagu tersebut? Dibuka dengan lirik Miara domba téh dua. Domba bikang duanana yang artinya ‘Memelihara domba itu dua. Domba betina dua-duanya.’
Lagu ini menceritakan tentang kebanggaan dan komitmen dalam memelihara domba-domba secara mandiri yang tersurat dalam salah satu lirik yang paling diingat masyarakat: Domba-domba kuring. Diangon-angon ku kuring.
Pemilihan hewan domba sebagai objek dalam lagu “Domba Kuring” bukan tanpa alasan. Jika ditelaah kembali sejarahnya, domba amat erat dengan kebudayaan adu ketangkasan hewan dari daerah Jawa Barat, yaitu Kabupaten Garut. Lewat ajang ini, masyarakat yang memiliki domba mampu bersaing mendapatkan prestise bahkan uang jutaan rupiah (Nurhuda dan Firdaus, 2023).
Budaya ini sudah mengakar ke dalam masyarakat Kabupaten Garut, bahkan Indonesia, karena penamaan khas “domba garut” sudah masuk entri KBBI dengan definisi domba yang tubuhnya besar, lebar, dan kuat, tanduk jantannya besar, melengkung ke belakang terus ke depan membentuk semacam lingkaran. Kata domba garut yang sarat akan nilai kebudayaan bisa ditemukan dalam lirik Jaluna mah domba adu asal Garut.
Masyarakat Jawa Barat memandang domba sebagai hewan yang memiliki prestise. Oleh karena itu, memelihara domba menjadi aktivitas yang ditekuni secara serius oleh masyarakat yang mempunyai hobi merawatnya. Dengan adanya prestise bagi pemiliknya, domba dirawat dengan kasih sayang, kebanggaan, dan rasa memiliki yang tinggi. Bagi masyarakat Jawa Barat, khususnya Kabupaten Garut, merawat domba layaknya merawat budaya. Domba garut yang sudah menjadi bagian dari budaya adu ketangkasan sejak tahun 1915, secara tidak langsung menjadi tonggak kebudayaan masyarakatnya (Nurhuda dan Firdaus, 2023).
Semangat merawat domba garut yang menggelora sejak puluhan tahun yang lalu masih dipupuk sampai saat ini. Lantas, mampukah kita memupuk semangat yang sama dalam merawat budaya Indonesia?
Tentunya bisa, salah satu caranya adalah dengan merawat literasi bahasa. Lagu “Domba Kuring” yang merupakan bagian dari literasi kebudayaan lewat musik yang multietnik dan berkaitan erat dengan kebudayaan merawat domba ini mengisyaratkan kita untuk senantiasa merawat literasi budaya, bahasa, dan sastra.
Lirik Ayeuna geus ngalobaan. Ngalobaan, aranakan, yang artinya, ‘Sekarang sudah bertambah, bertambah dan beranak’ menjadi refleksi bahwa layaknya merawat domba yang perlu diperhatikan, dimandikan, bahkan dikembangbiakkan, merawat literasi bahasa dan sastra juga harus penuh dengan perhatian, pemutakhiran, dan pengembangan.
Ini penting karena dengan literasi yang lestari, bangsa Indonesia akan bersinergi untuk mencapai kemajuan yang pasti.
Literasi merupakan fondasi perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut Prof. E. Aminudin Aziz dalam pembekalan Duta Bahasa Tingkat Nasional 2023, literasi harus dipandang sebagai sesuatu yang holistik. Artinya, literasi tidak hanya didefinisikan sebagai kecakapan membaca dan menulis huruf, tetapi juga kecakapan menggunakan atau mengaktualisasikan informasi, baik teks maupun nonteks.
Apa gunanya bisa membaca dan menulis teks tanpa bisa menggunakan informasi tersebut di dalam aksi nyata?
Dengan adanya pemahaman ini, kehadiran literasi dipandang luas dan sangat penting sebagai “ruh” yang menghidupkan setiap ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, literasi harus dirawat dengan baik.
Itulah sebagian besar alasan mengapa si "Domba Kuring" bisa mencuri hati penulis. Kebersamaan penulis dengan peserta Temu Kangen Penulis 3 KBMN di Bandung, saat jelang penutupan berkaraoke ria menyanyikan lagu Domba Kuring memang sangat pas mantap, ada unsur hiburan, literasi, sastra dan bangga menjadi orang Indonesia yang kaya budaya.
Lirik lagu "Domba Kuring"
Miara domba téh dua
Domba bikang duanana
Ayeuna geus ngalobaan
Ngalobaan, aranakan
Ka balad-balad di désa
Ka dulur anu di lembur
Ulah kagét, ulah héran
Ulah nanyakeun jaluna
Bisi jadi masalah
Bisi jadi pitnah
Ulah turut campur
Sabab domba-domba kuring
Domba-domba kuring
Diangon-angon ku kuring
Diparaban ku kuring
Anakna gé anu kuring
Domba-domba kuring
Diangon-angon ku kuring
Dimandian ku kuring
Anakna gé anu kuring
Saha jaluna?
Mana jaluna?
Saha jaluna?
Jaluna mah domba adu asal Garut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar