"Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri, (QS Ath Thuur : 48)
“Memang enak menjadi janda…?” Sepenggal pertanyaan atau kalimat pelecehan yang kerap didengar dari orang usil tak pernah digubris Mayang.
“Ini takdirku, memang masalah buat kalian?” batinnya dengan santai menjawab.
“Aku kesini mau ketemuan sama Retno sahabatku, mengapa harus mengingat-ingat ocehan orang yang selalu memandang negatif dengan status jandaku?” Hibur hatinya.
Mayang mulai gelisah dan hilang kesabarannya menunggu kedatangan Retno yang ngajak janjian di warung mie-ketoprak tempat mereka makan puluhan tahun yang lalu. Mie ketoprak sejenis santapan berkuah yang hampir mirip dengan soto. Berbahan; tahu, tempe, tauge, kol, daging koyor,dan mie kuning, sedang kuahnya dari kaldu daging sapi yang dibumbui bawang putih, merica dan rempah soto. Biar tambah nendang bisa ditambah bawang goreng, sambal kecap dan karak, (sejenis krupuk dari beras)
Suasana warung itu masih tetap sama hanya ada beberapa kudapan yang dulu ada sekarang tiada. Mata Mayang menjelajahi meja yang penuh dengan kudapan, tapi gatot goreng dan tempe gembus goreng yang dicarinya tak tampak.
“ Rupanya mereka tergusur dengan risoles isi mayones dan rainbow cake, atau juga aneka snack lain yang lebih bervariasi.” Keinginan Mayang yang ingin mengenang makan tempe gembus goring ditemani 3 cabe rawit kandas.
Mayang memilih tahu bacem sebagai obat rindunya pada makanan di warung itu. Tidak lama Retno menampakkan batang hidungnya. Mayang hampir lupa dengan wajah sahabatnya. Waktu banyak mengubah segalanya. Mereka berpelukan bak teletubies.
“ Sorry ya aku terlambat. Suamiku waktu aku pamiti dia mau ikut. Dan aku ngga ngizinkan. Bakal ngga seru lah acara ketemuan kita. Terpaksa kurayu dulu dia biar izinnya keluar.” Ujar Retno mengawali percakapan mereka.
“ Tuh ribetkan punya suami…! Mending kayak aku menjanda,” kilah Mayang.
“ Ya, aku sempat diceritain sama Nita kalau kau sudah lama menjanda.” Retno mengiyakan status Mayang.
“Di usiaku 27 tahun aku menyandang predikat janda. Dengan tiga orang anak. Si sulung berusia 4 tahun, yang nomer dua berusia 2 tahun dan si bungsu baru berusia 3 bulan. Walau Mayang menyandang gelar sarjana hukum, ijasah itu belum pernah ia gunakan untuk mencari kerja. Karena setelah lulus Mayang langsung menikah dan sibuk dengan keluarga. Suaminya meninggal karena penyakit gagal ginjal. Dia tidak meninggali mereka dengan harta yang cukup. Bahkan dia tidak punya pensiun. Yang mereka miliki hanya rumah yang mereka tempati itupun tidak terlalu luas.” Mayang mengisahkan hidupnya.
“Yach itu lah nasib. Kadang nasib baik tidak selalu berpihak pada kita. Begitu juga dengan asaku ada yang jadi kenyataan tapi banyak juga yang luput untuk ku genggam. Aku sadari, bahwa yang bernasib seperti aku juga banyak. Berstatus janda di saat anak-anak masih sangat membutuhkan figure dan pertolongan seorang ayah. Perpisahan kami disebabkan Allah lebih sayang pada suamiku. Dan Dia memang yang lebih berhak menentukan apa yang terbaik untuk kami sekeluarga.” Mayang mengingat perwakinannya yang singkat.
“Kepergian suamiku tak perlu kuratapi Ret. Aku tidak bisa berlama-lama minta belas kasian saudara atau orang lain untu menghidupi ketiga anakku. Pekerjaan yang aku ambil dan paling banyak dibutuhkan adalah Sales. Bersyukur aku masih punya orang tua yang mau aku titipi anak-anakku ketika aku harus bekerja.” Dengan antusias Mayang tanpa malu menceritakan perjuangan hidupnya.
“Aku berpendapat bahwa pekerjaanku yang pertama ini belum tentu jadi pekerjaanku selamanya. Karena bekerja sebagai Sales yang harus door to door menawarkan produk bukan lah pekerjaan yang enak dan mudah. Aku harus siap bila digonggong anjing, aku harus siap bila produk yang aku tawarkan ditolak, aku juga harus siap dengan segala resiko berjualan yang lainnya. Karena produk yang aku tawarkan biasanya punya harga yang berbeda-beda tiap bulannya. Ada yang berharga khusus promo bulan ini, ada harga normal, ada juga beberapa produk yang turun harga karena stocknya tidak banyak lagi. Semua harus kupelajari dengan teliti kalau tidak aku akan mengalami kerugian yang cukup fatal. Begitu lah saat itu yang sedang ngetrend adalah berjualan secara langsung.”
“Aku menekuni pekerjaan itu cukup lama dan hasilnya pun alhamdulillah bisa untuk menghidupi diriku dan ketiga anakku. Sampai anak yang sulung masuk SMP aku menambah pekerjaanku sebagai pencari nasabah dari salah satu perusaahaan asuransi. Setelah training aku langsung diterjunkan bekerja mencari nasabah. Ini bukan pekerjaan yang mudah belum semua orang berasuransi minded. Yang jadi targetku adalah kelas menengah ke atas.” Mayang mengenang perjuangannya betapa sulitnya mencari nasabah asuransi, karena kesadaran orang dalam memprotect diri dan keluarga masih sangat minim.” Sambil menarik napas panjang Mayang melanjutkan ceritanya.
“Pekerjaanku menuntut aku untuk bisa meyakinkan para nasabahku bahwa berasuransi itu menguntungkan. Aku banyak berhubungan dengan orang dari berbagai kalangan. Mentalku harus kuat. Sudah kerap kali pekerjaanku hanya dipandang sebelah mata, dan disepelekan. Tapi itu bukan halangan bagiku. Semua kujalani dengan enjoy and comfort” Tak terlihat rasa penyesalan di wajahnya.
“ Retno, masih dengerin ngga nih, aku lanjut ya! Tak terasa umurku bertambah. Biaya hidup dan pendidikan anakku pun bertambah. Semua bisa kulalui walau dengan tertatih-tatih. Tidak ada rasa putus asa. Yang ada dalam benakku adalah anakku harus berhasil dalam meraih sukses dunia dan akherat. Semangat semangat dan semangat. Kesibukanku memenuhi kebutuhan hidup ku sekeluarga menghalangiku untuk berniat mencari pendamping pengganti suamiku. Aku bisa bertahan sebagai single parent hingga saat ini karena aku punya tempat curhat yang istimewa. Yaaa hanya Allah yang setia mendengarkan curhatku.” Mayang mulai meneteskan airmata.
“Andai saja aku tak punya bekal sabar dan syukur, ku tak tahu apa yang akan terjadi pada diriku. Apa yang terjadi dengan kedua buah hatiku. Aku dan anak-anak sudah kehilangan sandaran hidup, tempat kami mendambakan perlindungan, kasih sayang, dan harapan untuk bisa bertahan hidup dan mewujudkan impian kami. Sebuah rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah sesuai dengan komitmen kami ketika menikah dulu.” Mayang memang pernah mengungkapkan isi hatinya pada teman-temannya yang sedang terpuruk.
Tapi pesan mendiang ibuku selalu jadi penyemangat hidupku.” Retno jadi semakin terharu.
“ Mayang kau kelak akan jadi seorang istri dan ibu dari anak-anakmu. Hidup di dunia ini bak orang yang menyebrang jalan begitu singkat dan harus punya keberanian tapi juga harus hati-hati. Jangan sampai kau lengah atau tidak bisa mengambil sikap.” Masih terngiang petuah dari mendiang ibunya.
“ Aku kasih tahu ya Ret, ketika keletihan datang atau hasrat libidoku menghampiri semua bisa kutepis dan kulawan dengan janjiku pada Allah dan mendiang suamiku bahwa aku akan membesarkan anak-anakku bersama Allah. Dialah tempatku bersandar dan menggantungkan seluruh hidup dan matiku. Yang ada dalam hatiku adalah ketenangan yang luar biasa. Walau pada saat itu aku tidak memiliki apa yang aku butuhkan untuk esok hari. Tapi aku yakin Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya yang mau berikhtiar dan berdoa.” Aku yang sejak tadi menyimak ikut hanyut dengan kisah perjuangan hidupnya.
“Bagiku apapun anggapan mereka itu sah-sah saja. Tapi yang harus diingat, ini hidup hidup aku. Biarkan aku yang menentukan jalan hidupku. Tak ada seorang pun yang berhak ikut menentukan jalanku kecuali Allah SWT. Apakah mereka tahu betapa kerasnya usahaku dalam membesarkan anak-anaku? Apakah mereka mengerti bagaimana perasaanku ketika anakku berkeinginan sekolah di luar negeri padahal aku tidak ada dana untuk itu? Apakah mereka merasakan nelongsonya hati ini ketika tidak bisa memenuhi kebutuhan yang diperlukan anak? Melalui proses yang tidak mudah alhamdulillah semua bisa kupenuhi walau dengan susah payah. Doaku didengar Allah lalu mengabulkan apa yang aku inginkan dan aku mohon siang dan malam.” Retno masih setia mendengarkan curhat sahabatnya yang sangat mengharukan.
“Nabila putri sulungku lulus dari Tehnik Kimia UGM 2 tahun lalu dan sekaramg menempuh S2 di Jerman karena dapat sponsor dari perusahaannya. Fathoni yang mengambil jurusan kedokteran di UNDIP juga hampir selesai. Dan si bungsu Anisa malah baru saja lulus dari fakultas ekonomi di UNBRA. Apakah aku sudah puas dan bahagia dengan apa yang diraih anak-anakku? Jawabnya Alhamdulillah. Aku bersyukur karena sampai detik ini password “Sabar dan Syukur” masih kugigit dengan kuat dan kuterapkan dalam hidupku.
“Aku memang sudah melakoni begitu banyak episode dalam mencari bekal untuk hidupku yang abadi nantinya.Kehidupanku di dunia ini kan begitu terbatas, singkat, dan tak selalu indah. Retno, ingat ya…! Rasa syukur dan sabar yang menghiasi hidupku tidak datang tiba-tiba. Semua berproses.” Ada senyum kepuasan yang kulihat di mata Mayang.
“Begitu banyak nikmat Allah yang kurasakan dan aku tak mampu menghitungnya. Aku merasa selalu saja ada jalan keluar untuk semua urusanku dari yang sangat sederhana sampai masalah yang rumit. Orang lain mungkin melihatku merasa kasihan dan iba. Itupun kalau dia adalah orang yang hidup berkecukupan dan strata ekonominya di atas aku. Ada juga orang menilai diriku adalah wanita yang hebat dan tegar . Karena dia memandangnya di saat merasa hidupnya tercabik-cabik ketika ditinggal suaminya dan tidak tahan dengan beban hidup yang menghimpitnya.”
” Koq bisa ya hidup menjanda sekian tahun?” Masih kuingat ucapan Andri teman SMPku.
“Setiap orang berhak menilaiku sesuka hati mereka Retno.” Nada suara Mayang datar saja tanpa emosi.
“Jalan yang ku tempuh masih panjang. Kadang ada keletihan dalam hidupku ketika harus berusaha sendiri, imanku naik turun, ketika terbentur masalah keuangan dalam waktu bersamaan ketiga anakku membutuhkan dana yang cukup besar. Bayar SPP, bayar Study Tour, bayar uang Pratikum,dan sejuta pengeluaran lain yang begitu banyak antri minta dipenuhi semua. Wa laa haula wa laa quwwata illa billahil’aliyyil’aziim.” Retno semakin terharu. Ternyata perjuangan single parent itu tidak mudah.
“ Seharusnya aku lebih bersyukur dari Mayang, karena ada mas Bimo yang sangat care padaku dan keluarga,” Sesaat Retno teringat suaminya yang sering dicereweti.
“Saat itulah aku dituntut menjadi pemain sirkus yang andal yang harus bisa memecahkan masalah tanpa masalah (pegadaian kali ^-^ ). Retno, di zaman serba susah, dimana biaya pendidikan begitu mahal, dimana semua kadang serba tidak pasti. Karena apa yang kita harapkan ternyata luput dari genggaman. Andai aku tidak smart dalam mengatur strategi keuanganku, andai aku tergiur dengan pola hidup konsumtif, andai aku hanya memikirkan diriku sendiri dan tidak punya komitmen dengan Allah dan suamiku, andai aku cuek bebek lalu hanyut terbawa arus setan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hancur dan merananya kehidupan anak-anakku.” Ah begitu semangatnya Mayang menumpahkan semua isi hatinya padaku.
Pertemuan ini dikuasai Mayang. Mie-ketropak yang mereka pesan hampir dingin dan tidak menyelera lagi ketika disantap. Tapi hati Mayang begitu lega karena bisa berbagi dengan Retno yang sangat dikangeni.
“ Mayang, aku salut dengan sikapmu menerima takdir Allah. Aku belum tentu bisa menjalani seperti yang kau lakoni. Seharusnya aku bisa lebih bersyukur darimu.” Retno seakan kena tampar malaikat yang mengingatkan dirinya agar tidak zalim pada suami.
*****
Rembulan di tanggal 14 memantulkan cahayanya benderang di luar sana. Mayang mengintip keindahan itu dari balik tirai. Kesunyian malam selalu menemani hidupnya. Dinginnya udara malam, terasa sampai ke tulang sumsum. Tapi semua tak membuatnya jera duduk berlama-lama untuk bercinta dengan-Nya. Saat dimana hati selalu membuncah memuja-Nya.
“Entah sampai kapan aku hidup dalam kesunyian yang selalu kunanti dari hari ke hari di sepanjang sisa hidupku. Dalam bermunajat dengan-Nya. Selalu saja mataku basah dan berurai air mata. Inilah klimak dari caraku bercinta dengan-Nya. Dua magic words yang kumiliki seakan jadi kata-kata sakti penguat hidupku. Benar-benar ku genggam password “ Sabar dan Syukur”yang ditanamkan oleh kedua orangtuaku. “
“ Ya Allah izinkan aku flashback sejenak, agar aku tidak menjadi ciptaan_Mu yang tidak sombong, melainkan menjadi hamba-Mu yang pandai bersyukur dan Narimo dengan apa yang menjadi ketetapanMu.” Dibiarkan pikirannya mengembara di saat ia berjuang membesarkan tiga buah hatinya, dari hasil cinta mereka yang singkat.
“ Aku bisa merengkuh manisnya nikmat Sabar dan syukur itu sungguh luar biasa. Ya sabarku ketika Allah mengambil apa yang jadi milikNya. Orang yang dijodohkan olehNya, pria yang amat sangat singkat hidup denganku. Lalu tiga orang anak yang menjadi tanggung jawab kami, harus ku apakan? Mereka masih butuh sosok seorang ayah. Tapi Allah mempercayaiku untuk menghidupi mereka tanpa sosok seorang ayah.” Kalimat penguat itu selalu jadi tameng hidupnya.
“ Ya Allah izinkan mengenang orang orang yang berjasa dalam hidupku setelah kepergian suamiku. Ada Umi dan Abi yang selalu menyemangati hidupku agar tidak menyerah ketika membesarkan anak-anakku. Ada Fatimah sohib kentalku yang selalu ada saat aku suntuk maupun stuck at trifles, dia menghiburku layaknya adiknya sendiri, memotivasiku agar tetap tegar dan maju terus pantang mundur. Dia juga menyulutkan api cinta, sayang dan harapan dalam hatiku agar tetap menyala menyinari ketiga anakku. Makasih Umi makasih Abi makasih Fatimah. Kalian lah duta Allah yang diminta untuk menjagaku dan menghiburku di kala hatiku galau tak menentu. Tak mungkin aku melupakan jasa mereka.” Cara Mayang bersyukur sangat santun sehingga tidak ada kegelisahan dalam hatinya.
Mayang sadar benar bahwa ia bukan super woman. Ia manusia biasa yang punya logika dan perasaan kadang di penghujung malam menjelang pagi ini ada terbersit rasa untuk mengenang orang yang dikirim setan untuknya.
“Masa iya, koq bisa sih setan ngirim orang untuk melemahkan imannya” Nyatanya memang ada. Ya ,Mayang ingat Rudi teman SMAnya yang dulu pernah naksir aku. Dia mencoba memasuki koridor hatiku setelah suamiku pergi. Aku mau dijadikan istri kedua dan dinikah secara siri. Karena dia sudah berkeluarga tapi ingin ngopeni diriku dan anak-anakku. No way ya Rudi! “ Jawabku tegas. Jalanku jalanmu yuk kita berpacu membimbing anak-anak kita agar menjadi penyejuk hati.
Pak Burhan atasanku yang di perusahaan asuransi juga pernah berminat dengan diriku setelah istrinya meninggal karena sakit kanker rahim .Ketika tanpa basa-basi dia meminangku, kutolak dengan halus.”Maaf Pak Burhan saya lebih nyaman hidup seperti ini. Sudah menjadi komitmen ketika kami menikah dulu. Cinta kami tidak bisa tergantikan, siapa yang lebih lama hidup dialah yang bertanggungjawab untuk membesarkan buah hati kami tanpa harus ada pengganti dari kami”. Alhamdulillah dia mengerti perasaanku dan juga alasanku.
“Wow kalau si Adnan bujang lapuk yang begitu perfect menata hidupnya hingga takut married juga pernah secara serius ingin menjadi pendampingku. Alamak ini sih cari masalah usianya saja terpaut 10 tahun denganku!.Anak orang kaya, tidak pernah susah, sudah sattle pula hidupnya. Kalau kuterima pinangannya apa kata dunia? Senang brondong ya!!!!!!!!!!! he he Tidak lah yauw…!” Hatiku tertawa sendiri
Kejadian itu masuk begitu saja dalam episode kehidupan Mayang. Dan semuanya masih bisa dibentengi dengan password “Sabar dan Syukur.” Sabar ketika Allah mengujinya dengan mengirim ketiga pria yang latar belakang kehidupannya berbeda dan terang-terangan ingin melamarnya. Mayang tidak grusa- grusu dalam menjawab semua lamaran itu. “Ya Allah, jauhkan mereka dariku, jangan Kau jadikan mereka sebagai penghalangku dalam membesarkan dan membimbing anak-anakku.” Mayang bersyukur karena aku selalu diberi kekuatan dan ketetapan hati untuk mengatakan “Tidak” kepada mereka. Karena aku punya janji dengan Allah dan mendiang suamiku bahwa aku harus sanggup membesarkan buah hatiku hanya dengan pertolongan Allah. Alhamdulillah mereka mau mengerti apa yang menjadi alasan Mayang
“Ya Allah malam ini aku tersenyum bahagia atas semua nikmat yang telah Kau berikan padaku. Maafkan aku Ya Allah karena tanpa kusadari aku sering mengeluh dan mendekteMu agar diberi kemudahan, diberi kekuatan, diberi hidayah, dan seabreg permintaan yang malu aku sebutkan satu persatu. Padahal aku yakin kau Maha Mendengar, Maha Pemberi, Maha bijaksana dan Maha yang lainnya sesuai dengan diriMu yang memiliki Asmaul Husnah.Ya Allah semua itu kulakukan karena aku tak ingin jauh dari rahmatMu, ku tak ingin setan membujukku agar aku ingkar akan NikmatMu, lalu dihantui rasa takut miskin, rasa was-was yang berkepanjangan, perasaan ragu akan KeagunganMu. Dan perasaan-perasaan lain yang menjauhkanku dariMu.” Selalu kubermunajat di malam heningku.
.
“Ya Allah. Semoga munajatku padaMu malam ini akan menambahkan kekuatan imanku, menambah gairah hidupku, untuk tetap istiqomah dalam meraih ridhaMu. Buah hatiku masih butuh bimbinganku, bekalku untuk hidup yang lebih kekal belum cukup. Beri akau kesempatan untuk bisa melihat amanahMu yang Kau titipkan padaku sukses meraih ridhaMu. Beri aku umur panjang yang bermanfaat Ya Allah, agar bekalku lengkap, dan tidak menyesal ketika dihisab karena aku termasuk orang yang beruntng. Ku ingin tersenyum ikhlas ketika menghadap-Mu dalam keadaan husnul khotimah. Amin.”
Di saat ayam berkokok dan datangnya mentari yang tak pernah ingkar janji, Mayang semakin optimis bahwa hidupnya yang dekat dengan Allah begitu indah dan password “ Sabar dan Syukur itu jadi kekuatan hidupnya sampai saat ini.
Dikutip dari Novel Hidayah " The Stories of Wonder Women" By: Sri Sugiastuti
Yaa Allah...panjang sekali...dan detail...
BalasHapusAq yg janda saja masih bisa meleleh saat membaca cerita Mayang...Yaa Allah...Ewako Bunda...